Abdurrahim Bey Hagverdiyev
- Admin
- Berita
- Hits: 813
Abdurrahim Bey Hagverdiyev adalah salah seorang wakil terkemuka dari sastra realistis Azerbaijan. Abdurrahim Bey Hagverdiyev yang memasuki dunia sastra pada akhir abad ke-19, menjadi terkenal dengan karya-karyanya yang menarik minat, cerita-ceritanya yang lucu dan satiris, juga sebagai tokoh masyarakat, memainkan peran penting dalam pengembangan sastra dan seni realistis Azerbaijan. Bahasa beliau pun juga sangat kaya.
Atas keputusan Kabinet Menteri Republik Azerbaijan No 211 tertanggal 7 Mei 2019, Abdurrahim Bey Hagverdiyev termasuk dalam daftar penulis-penulis yang karyanya dinyatakan sebagai kekayaan nasional Republik Azerbaijan. Selain itu nama Abdurrahim Bey Hagverdiyev juga termasuk dalam daftar tokoh-tokoh terkemuka dan peristiwa-peristiwa penting yang ditentukan UNESCO untuk memperingati yubileumnya selama tahun-tahun 2020-2021. Semua ini adalah pengejawantahan dari penilaian tinggi kreativitas A.Hagverdiyev sebagai tokoh cemerlang sastera Azerbaijan yang berabad-abad lamanya, yaitu kreativitas yang menggabungkan kekayaan spiritual dan nilai-nilai universal.
Pada bulan Mei tahun 2020, umur Abdurrahim Bey Hagverdiyev genap 150 tahun. Sehubungan dengan ini, sesuai dengan ketetapan No 1784 tertanggal 31 Januari 2020 yang ditandatangani Presiden Republik Azerbaijan, Yang Mulia Ilham Aliyev, selama tahun ini hari ulang tahun sastrawan kenamaan ini diperingati secara luas.
Ucapan Terima Kasih
Kedutaan Besar Republik Azerbaijan untuk Republik Indonesia mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa-mahasiswi Azerbaijan yang belajar di Indonesia, atas kesediaan dan dukungannya dalam penerjemahan cerita-cerita A. Hagverdiyev ke dalam Bahasa İndonesia. Terjemahan ini terwujud sesuai dengan ketetapan-ketetapan Presiden Republik Azerbaijan, Bapak Ilham Aliyev tentang pengumuman tahun 2020 sebagai “Tahun Relawan”, dan penyelenggaraan secara besar-besaran hari peringatan ke-150 salah seorang wakil terkemuka sastra realistis Azerbaijan, Abdurrahim Bey Hagverdiyev.
Berikut kami mempersembahkan beberapa cerita pendek dari tokoh terkemuka sastra Azerbaijan, Abdurrahim Bey Hagverdiyev.
Pemburu Gasim
Sudah diketahui orang secara umum bahwa kaum pemburu biasanya berbohong. “Berbohongnya pemburu” sudah menjadi suatu peribahasa. Namun demikian, jikalau seseorang tidak percaya akan cerita-cerita si pemburu dan menggelengkan kepalanya atau mengangkat bahunya atau tersenyum asam, maka si pemburu akan tersinggung, tidak akan melanjutkan ceritanya dan pasti akan berkata:
“Betul, kaum pemburu biasanya berbohong, dan di antara teman-teman saya pun ada yang berbohong. Akan tetapi, seumur hidupku aku belum pernah berbohong”.
“Tidak, bapak, kok bisa?! Kami tidak pernah meragukan kebenarannya cerita-cerita bapak. Keadaan kami ini hanya tanda keterkaguman saja. Sesuatu yang lain tidak mungkin sama sekali”.
Si pemburu tidak akan menerima permintaan maaf itu dan tidak akan melanjutkan ceritanya.
Tetangga kami Gasim juga adalah pemburu semacam ini.
Pada musim dingin malam-malam, orang-orang mengerumuninya dan minta menceritakan sesuatu.
Dia suka bercerita tentang pemburuannya, keberaniannya membunuh empat beruang dalam sehari, memburu burung puyuh dengan burung elang di gudang padi, melihat 100 rubah ketika dalam perjalanan dan cerita-cerita lainnya yang menyenangkan orang-orang.
Perlu dicatat bahwa cerita pemburu Gasim hanya seputar pemburuan. Gasim tidak berbohong tentang kerjaanya.
Pada suatu malam musim dingin, Gasim duduk di sebelah perapian dan bercerita untuk kami. Pohon ek terbakar di dalam api, sementara air teh mendidih. Di sisi lain seekor kucing besar sedang tidur. Anjing milik Gasim bernama Gumusy juga duduk di depan pintu, turut mendengarkan pemiliknya.
Angin berhembus kencang di luar. Salah seorang teman mendengar suara angin besar dan berkata:
“Pada malam seperti ini baiknya ada cerita tentang pemburuan. Di dalam kamar yang panas, sambil duduk di sebelah api, pas sekali untuk berbincang-bincang dengan teman-teman.”
Gasim tidak setuju dengan pendapat teman tersebut.
“Tidak, kakak, kamu salah, tampaknya kamu bukan pemburu, hari-hari musim dingin seperti ini sangat cocok untuk memburu beruang. Pada hari seperti ini dua tahun yang lalu saya membunuh empat beruang di hutan Haci Shamli. Saya menyimpan mayat beruang di hutan supaya saya datang besok dan membawanya dengan gerobak. Saya menandai tempat saya menyimpan beruang itu. Keesokan saya datang dengan gerobak dan melihat orang Kurdi mencuri semua mayat beruang.
“Gasim, kamu benar-benar membunuh keempat beruang itu sendiri?”
“Saya berburu seorang diri. Teman setia saya ya Gumusy.
Gumusy menggonggong sesaat dia mendengar namanya.
Hanya Gumusy dan pemiliknya mengerti apa yang Gumusy ingin katakan.
Gasim melanjutkan ceritanya,
“Cuaca ini sangat cocok untuk memburu burung pegar, kelinci, rubah, jakal dan serigala. Selain itu, musim dingin cocok untuk memburu bebek. Saya ingat sesuatu soal bebek, jika mau saya bisa ceritakan kalian.”
“Silakan.”
“Suatu pagi saya berangkat dari desa dengan senapan. Ketika saya melewati desa saya melihat ada 6 bebek hinggap di pagar kebun bapak Allahveren.”
Salah satu dari temannya menyela percakapan Gasim.
“Gasim, tetapi kami tak pernah melihat bebek hinggap di pagar selama kehidupan kami.”
Gasim marah,
“Sebut asal kamu darimana! Kami pemburu lah yang tahu sifat bebek. Sifat bebek berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Mungkin bebek di tempat asalmu tidak hinggap di pagar. Akan tetapi, bebek-bebek disini berbeda: bebek sini hinggap di pagar bahkan membuat sarang di pohon.
Gumusy pun menggonggong seolah setuju dengan pemiliknya.
Kami mendiamkan teman yang tidak setuju ketika kami melihat Gasim malu.
“Gasim, lanjutkan aja, kelihatan orang ini tidak berpengalaman.”
Gasim lanjut.
“Iya, saya melihat ada 5 bebek hinggap di pagar bapak Allahveren... Tidak... Sialan pembohong, bukan lima, melainkan enam.”
Gumusy menggonggong.
“Saya pikir kalau saya menembak salah satu bebek yang lainya akan terbang. Bagaimana saya bisa menembak kelima bebek sekalian? Setelah beberapa menit saya mengeluarkan loncokan senapan dan memasukkan terompet ke dalamnya. Lalu saya membidik dan menembak kelima bebek itu. Saya membawa semua bebek ke rumah.
Kami tertawa keras. Anjing pun menggonggong. Kucing berdiri, cemberut dan pergi ke sudut rumah.
Kami memuji keberanian Gasim.
Gasim berdiri, membuat teh, memberi gelas untuk kami masing-masing dan berkata:
“Sekarang saya akan bercerita tentang burung pegar.”
“Silakan, Gasim.”
“Suatu hari saya harus pergi ke “Garabaghirli” (nama tempat). Saya naik kuda dan berangkat. Entah mengapa saya tidak membawa senapan, padahal biasana saya tidak keluar dari rumah tanpa senapan. Begitulah orang tidak beruntung. Gumusy juga bersama saya.”
Gumusy menggonggong.
“Ketika saya melewati semak milik Haji Jabbar, seekor burung pegar terbang dari bawah kaki kuda. Saya menyadari bahwa saya tidak membawa senapan. Saya melempar cambuk ke burung pegar dan tersangkut pada tenggorakannya dan burung pegar terbang. Sebulan setelah kejadian ini saya mampir semak tersebut lagi. Tiba-tiba saya melihat burung pegar ada di semak dengan cembok saya tersangkut di tenggorakannya. Sekarang saya akan mengatakan sesuatu kalian tidak akan percaya: saya janji, saya tidak berbohong sedikitpun. Saya melihat ada sepuluh atau dua belas anak burung pegar dengan cembok di tenggorakannya masing-masing.”
Kami tertawa keras. Gumusy menggonggong tiga kali dan keluar.
Penerjemah:Ayshan Alieva
Elshad Mammadbayov
Bangau Putih
Teman-teman, saya sudah bercerita banyak tentang kehidupan burung. Apa yang bisa dilakukan, masa pemburu punya cerita lain. Dunia burung dan binatang adalah dunia pemburu. Kehidupan mereka adalah kehidupan kami. Masyarakat menganggap kami sebagai musuh burung dan binatang, mereka berpikir, “Kalau pemburu melihat suatu burung, tidak mungkin dia tidak memburunya.”
Namun penyataan itu tidak benar: Ketika saya sedang berburu di hutan, saya menumukan suatu lapangan. Saya melihat ada seekor ayam pegar jantan sedang makan rumput, di sampingnya ayam pegar betina, yang dikelilingi beberapa ayam pegar kecil lain. Sekarang kalian katakan, bagaimana saya bisa memburu ayam pegar yang sedang bersama keluarganya. Tangan saya akan seperti air yang membeku.
Orang yang berhubungan erat dengan burung tidak membedakan kehidupan mereka dengan kehidupan manusia. Persahabatan, permusuhan, cinta, persaingan, kecemburuan di antara mereka bisa dilihat. Kesetiaan di antara pasangan burung dara tidak ada di antara manusia: Kalian semua tahu keadaan sedih seekor burung dara ketika pasanganya dibunuh.
Atau Magpie Erasia (sejenis burung) kami. Magpie Erasia yang berbahaya itu: Ketika melihat luka yang kecil di pinggang binatang lain, si burung membuat luka menjadi besar dengan paruhnya. Magpie erasia itu juga mempunyai sifat yang baik. Kita bisa mengetahui apakah musim semi akan berhujan atau kering. Kita harus memperhatikan ketika magpie erasia membuat sarangnya. Kalau dia membuatnya di atas pohon artinya musim semi akan kering atau membuatnya dibagian tebal pohon berarti musim semi akan berhujan.
Saya akan menceritakan kehidupan bangau putih:
Ada suatu desa yang namanya Kuzanli di dekat kota Barda. Kalau melihat setiap pohon besar yang ada di desa itu kalian akan melihat sarang Bangau putih. Ketika saya berumur sepuluh atau dua belas tahun saya hidup di sana. Di halaman kami ada satu pohon berangan. Burung bangau putih membuat sarang di atas pohon itu. Suatu waktu, saya memanjat pohon itu dan melihat saran tersebut yang isinya beberapa telur. Saya ambil satu telur dari sarang dan menggantinya dengan dengan telur burung Elang paria. Beberapa waktu berlalu. Suatu hari saya melihat kekacauan di atas pohon. Lebih kurang lima puluh ekor burung bangau putih berkumpul dan menonton burung Elang paria (yang keluar dari telur tersebut). Setelah itu, burung bangau putih menyerang dan mengusir bangau putih betina dari sarang. Meskipun bangau putih betina mencoba untuk kembali ke sarang, burung lain mengusirnya lagi. Setelah dua hari, bangau putih jantan membawa burung lain ke sarang. Burung bangau putih betina yang baru datang, membunuh semua burung yang ada di sarang dan membuang dari sarang dan mulai menelur.
Burung bangau putih yang diusir yang tidak bersalah mengelilingi sarang tersebut sepanjang hari.
Suatu hari perempuan-perempuan membikin roti Tandoor di depan pintu. Burung bangau putih yang diusir sedang mengelilingi sarangnya seperti biasa. Kadang-kadang si burung mau masuk ke sarang tetapi pasangan mantannya dan burung baru mengusir dia lagi.
Kalau si burung yang diusir bisa berbicara, pasti dia akan membuat burung-burung lain percaya sama dirinya, tetapi apa yang bisa dilalukan, burung-burung tidak mampu berbicara.
Tiba-tiba burung itu terbang ke atas semampunya dan berkeliling di langit beberapa kali dan menjatuhkan diri ke dalam api tandoor. Perempuan-perempuan mencoba untuk menyelamatkan burung itu tetapi burung itu terbakar.
Setiap teringat, saya heran seraya berpikir, kenapa saya melakukan perbuatan buruk itu dan menyebabkan kematiannya. Kesalahan itu karena masa kecil, bukan karena saya musuh binatang.
Penerjemah:Ayshan Aliyeva
Elshad Mammadbayov
Burung Pipit
Aku akan bercerita tentang sesuatu, tetapi kalian akan mengatakan bahwa Gasim mulai berbohong lagi. Kuyakinkan kalian, yang ini bukan fiksi.
Ayahku selalu berkata, “Anakku, kalau sebuah kenyataan mirip dengan bohong, jangan mengatakan itu.” Cerita kali ini mirip dengan bohong, tetapi sungguh ini nyata.
Beberapa tahun lalu aku mengunjungi Tarnawi (desa dekat kota Aghdam) untuk sebuah keperluan dengan Mullah Abbas. Kalian semua tahu bahwa penduduk desa Tarnawi dikenal dengan peternakan lebahnya. Mullah Abbas juga mempunyai beberapa ladang lebah. Di suatu hari di musim semi, kami berbincang dengan Mullah Abbas di depan koridor. Istri Mullah sedang mengeringkan gandum untuk digiling. Seraya berbincang, Mullah mengusir ayam dan burung yang mencari kesempatan makan gandum. Tiba-tiba, seekor lebah mengambil satu biji gandum dan pergi. Kami berdua heran mengapa lebah perlu gandum. Kami tidak menemukan menjawabnya.
Sekali lagi, lebah tersebut datang dan membawa pulang satu biji gandum. Mullah Abbas menyeletuk, “Kalau lebah datang dan membawa gandum lagi saya akan mengikutinya meskipun saya sudah tua.”
“Kaki saya kuat, biar saya yang pergi dan memberitahu kepada kamu.” Sahutku.
Dan memang lebah datang dan mengambil satu biji gandum lagi dan terbang. Segara kuikutinya. Lebah terbang, aku mengikuti dia. Kami turun ke sungai kecil. Apa yang kulihat? Aku berjanji, aku tidak berbohong sedikit pun. Kulihat seekor burung pipit buta berada di bawah pohon yang membuka mulut sesaat dia dengar suara lebah. Lebah menjatuhkan gandum ke mulutnya dan pergi.
Dengan terheran-heran, kuceritakan hal ini kepada Mullah Abbas. Mullah Abbas berpikir dan mengatakan, “Keajaiban yang luar biasa!” Orang-orang yang mendengar cerita itu menganggap cerita Gasim sebagai fiksi dan tidak pedulinya. Karena mereka sudah mendengar banyak cerita pemburu Gasim.
Penerjemah: Ayshan Aliyeva,
Elshad Mammadbayov
Ayam Kuning
Jawad Ahmad sudah tinggal bersama Gulandam, istrinya, selama sepuluh tahun. Sejak kecil mereka sudah dijodohkan. Awalnya mereka adalah saudara sepupu yang akrab. Selama sepuluh tahun pernikahan, mereka saling percaya dan tidak saling menyakiti. Hanya ada satu kekurangan; mereka tidak bisa memiliki keturunan. Hal ini yang sangat mengganggu pikiran kedua orang tua mereka.
Ibu Gulandam membawa putrinya ke beberapa tempat suci. Sang ibu memberi 50 Manat kepada imam ‘Altibarmaq’ untuk mendoakan putrinya agar segera punya momongan. Sayangnya sampai saat ini belum ada hasil. Akhirnya ibu Ahmad berkata, “Saya tidak akan membiarkan anak saya tidak memiliki keturunan, dan saya akan mencarikan wanita lain agar anak saya dapat memiliki keturunan.”
Ketika tidak ada hasil dari ikhtiar dari beberapa tempat suci, ibu Gulandam setuju dengan keinginan dari Ibu Ahmad, dia pun berkata, “Lebih baik anakku yang berkata langsung kepada Ahmad untuk berpisah. Saya akan berbicara kepada anak saya tentang hal ini, agar dia menyetujuinya. Kalau Gulandam sendiri yang meminta langsung kepada Ahmad tentang hal ini, tidak akan ada masalah antara mereka.” Ibu Ahmad telah melakukan apa yang dia inginkan.
Ahmad melihat Gulandam tidak seperti biasanya ketika Ahmad pulang kerja pada waktu malam hari. Dia melihat mata Gulandam bersinar seperti bintang. Gulandam pun datang dan memeluk dan mencium pipi suaminya. Setelah itu Gulandam menyiapkan makan malam di atas meja sambil bernyanyi dan tersenyum. Ketika makan malam dia sering melihat suaminya sambil tersenyum dan kembali makan. Suaminya pun belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya dan dia pun merasa bingung. Dia pergi ke kamarnya setelah selesai makan. Dia pun terbayang pelukan istrinya tadi.
Ketika mereka minum teh bersama, Gulandam berkata ke suaminya, “Ahmad, aku ingin meminta sesuatu. Kalau kamu mencintai aku, kamu tidak akan menolaknya.”
Ahmad menjawab, “Pantas saja tadi terlihat aneh, ternyata ada yang ingin kamu sampaikan.”
“Ahmad, kita tidak bisa memiliki anak dan hal ini mengganggu pikiran kamu. Ketika kamu melihat anak-anak pergi ke sekolah dari jendela kamu menghela nafas.” Ujar Gulandam.
Ahmad memotong perkataan istrinya, “Maksud kamu apa? Berbicara jelas saja. Maksud kamu, aku menikah lagi dengan wanita lain?”
Gulandam pun menjawab, “Tidak ada masalah kan kamu menikah lagi? Ijinkan aku mencari wanita yang lebih baik dariku untukmu.”
Ahmad lantas menjawab, “Istriku, tidak ada topik lain kah? kamu lebih penting bagiku daripada masalah kita tidak bisa mempunyai anak. Kedua, saya tidak akan melirik wanita lain selain kamu, kamu tenang saja. Ketiga, hukum di negara kita menyatakan satu pria tidak bisa menikah dengan dua wanita atau lebih, ketika aku menikah lagi, aku pun harus menceraikanmu dan aku tidak bisa melakukannya.”
Gulandam bersikeras, “Saya akan melakukan sesuatu, agar pemerintah tidak mengetahuinya.”
“Kamu bisa membawa wanita lain untuk kamu jadikan pembantu pura-pura, kamu tinggal membawa penghulu untuk akad dirumah agar orang-orang tidak akan mengetahuinya.”
“Tidak usah bahas tentang ini lupakan saja.” Tukas Ahmad.
“Kamu sendiri berkata kamu menyayangi diriku lebih dari dirimu sendiri tapi kamu tidak mendengarkan kata-kata aku.” Sahut Gulandam.
Ahmad berkata, “Kalau begitu kita harus berbicara terbuka. Anggap saja aku menikah dengan wanita lain, apa kamu bisa tahan tidak?”
“Kenapa tidak? Aku bisa bertahan, aku bisa menyayanginya seperti saudara. Dan anak kalian akan aku anggap seperti anak sendiri.”
“Gulandam, aku yakin kamu tidak akan bisa bertahan.” Ujar Ahmad.
“Berarti kamu belum mengenal aku dengan baik.” Tangkis Gulandam.
“Tidak usah mengenal baik, karena wanita semuanya sama.”
“Saya tidak seperti wanita lain.”
“Berarti kamu bisa bertahan ya?” Ahmad bertanya sekali lagi.
Gulandam meyakini, “Iya, aku bisa.”
“Baik, saya akan menguji dirimu, kita lihat apa kamu bisa bertahan atau tidak.”
Perkataan Gulandam berbeda dengan perasaannya. Dia berpikir, suamiku mungkin lebih menyayangi wanita itu daripada diriku. Terus aku harus bagaimana? Jika aku pulang ke rumah orang tuaku orang-orang akan berpikiran jelek tentangku. Orang akan berkata apa? setelah 10 tahun pernikahan tapi dia ditinggalkan begitu saja dan pulang ke rumah orang tuanya. Ketika aku mencoba bunuh diri dengan meminum racun, itu lebih buruk. Mereka akan berpikir apa yang membuat dia bunuh diri sampai dia tidak bisa menghadapi orang-orang.
Hari selanjutnya ketika Ahmad pergi kerja Gulandam berkata, “Ahmad, kamu sudah berjanji ya, tepati janji mu.” Ahmad menajawab lirih, “Baiklah.”
Ketika Ahmad pergi, ibu Gulandam datang untuk menanyakan kabar baru. “Anakku, sudah bicara dengan suamimu? Dia menjawab apa? “
“Ahmad setuju ketika aku menjelaskannya.” Lapor Gulandam.
Ibunya menjawab, “Oh, baguslah, ketika kamu bisa bertahan satu tahun nanti kamu akan terbiasa.”
Gulandam membalas, “Ibuku, aku bisa, yang penting dia mempunyai keturunan. Karena, hal ini sangat mengganggu pikirannya. Saya pun merasa sedih melihatnya.”
Ketika Ahmad dalam perjalanan pulang kerja ke rumahnya, dia melihat seorang bapak menjual ayam. Dia memiliki ayam gemuk berwarna kuning. Dia membeli dan membawa pulang ke rumah.
Gulandam bertanya ketika melihatnya. “Ahmad, kamu beli dimana ayam yang gemuk ini?”
Ahmad menjawabnya, “Ini adalah istri baru saya. Kami juga sudah menjalankan akad nikah. Kami baru selesai pulang dari rumah imam.“
Muka Gulandam pun berubah terlihat sedih ketika melihat Ahmad dan berkata, “Aku tanya serius tapi kamu menjawab bercanda.”
Ahmad mengelak, “Aku tidak bercanda, aku bicara serius. Bawalah ayam ini dan ikat di kamar kecil.“
Gulandam menoleh ke arah lain seraya berkata, “Aku tidak mau, kamu urus saja semau kamu, soalnya kamu yang bawa”.
Ahmad tersenyum dalam hati dan mengikat ayam itu dikamar kecil lalu, dia datang menghampiri Gulandam dan berkata “Gulandam, dimana karung beras? Saya mau beri beras ke ayam, kasihan dia lapar.”
Gulandam tidak mengubris, “Mana aku tahu karung itu dimana. Cari saja sendiri di lemari.” Ahmad mengambil seganggam beras dan memberinya ke ayam.
Ketika waktunya tidur Gulandam bertanya pada Ahmad. “Apa kamu akan tidur di sini atau di kamar yang kecil?”
“Di kamar yang kecil,” sahut Ahmad
Gulandam mengambil bajunya dan menuju ke kamarnya. Ketika dia melewati ayam, dia menendang ayam tersebut. Ketika Ahmad mendengar jeritan ayam, dia bertanya kepada Gulandam. “Kenapa ayamnya teriak? Apa yang kamu lakukan ke ayamnya?”
Gulandam berkata, “Mana aku tahu kamu sendiri tanya saja ke ayamnya. Aku kan tidak bisa bahasa ayam.”
Ahmad berkata “Jika kamu jahat ke ayamnya atau menyiksa ayamnya itu bisa menjadi masalah di antara kita.” Ketika Gulandam masuk ke kamarnya Ahmad melihat Gulandam sedang menangis. Selama mereka 10 tahun menikah mereka belum pernah bicara seperti ini. Malam itu Ahmad tidur di kamar yang kecil.
Gulandam menangis sampai pagi. Di tengah malam, dia mendengarkan suara pintu dan kembali ke kamarnya setelah memastikan bahwa suaminya telah tertidur
Ketika Ahmad bangun pagi-pagi dia lihat Gulandam tidak berada di rumah. Dia mencari Gulandam dan dia menyadari bahwa Gulandam sudah pergi. Dia lantas sarapan dan pergi bekerja..
***
Ibu Gulandam sedang duduk di rumahnya sambil minum teh, tiba-tiba pintu terbuka. Gulandam masuk dengan marah dan duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ibunya bertanya kepadanya
“Apa yang terjadi pada putriku? Mengapa matamu begitu merah?”
“Atau apakah kamu bertengkar dengan Ahmad?”
“Mengapa aku harus berantem dengan Ahmad? Dia sibuk sendiri dan aku sibuk sendiri” jawab Gulandam.
Ibu Gulandam berkata, “Jika demikian, ceritakan apa yang terjadi. Kamu seperti sedang menyembunyikan sesuatu.”
“Apa yang terjadi? Ibu memaksa aku untuk menikahi suamiku dengan wanita lain Nah, itu dia masalahnya, dia membawa suatu makhluk kotor ke rumah kami.”
“Dan Ahmad mengatakan ke aku itu tidak akan baik untukku jika aku melakukan sesuatu padanya. Dia menukar istrinya dengan makhluk kotor yang kuning. Aku benar-benar tidak tahan.”
Ibunya pun menjawab “Apa itu makhluk kuning putriku? Atau dia menikah dengan gadis berambut pirang? Saat ini laki-laki sangat sulit dipercaya dan kita tidak bisa mempercayai mereka untuk apa pun. Aku tidak dapat membayangkan bahwa semua ini dapat terjadi padamu.”
Gulandam bilang, “Semua ini terjadi gara-gara Ibu. Kemarin hubungan aku baik-baik saja dengan suamiku. Kami bahagia tetapi sekarang aku pulang ke sini dan aku tidak akan ke rumah itu lagi. Biarkan makhluk kuning itu bahagia di sana."
Ibunya Gulandam berkata, “Jangan ambil keputusan seperti ini sekarang. Mari bersabar selama beberapa hari dan lihat apa yang akan terjadi.”
“Ayo kembali ke rumahmu dan persiapkan makan malam untuk suamimu. Pasti isteri barunya tidak tahu tempat panci kamu di mana. Malam ini aku akan datang dan melihat siapa isteri baru nya. Setelah itu kita akan melakukan apa yang perlu kita lakukan. Jika kamu tidak bisa tahan di rumah suami kamu yah bagaimana lagi? Kamu bisa pindah ke sini ke rumah Ibu. Ayo, untuk sementara pulang saja ke rumah suami kamu.”
“Aku tidak akan kembali ke rumah itu. Aku akan pergi dan akan segara mengajukan proses cerai.” Jawab Gulandam.
Ibu Gulandam berkata: “Dengarkanlah aku anakku yang cantik, kamu di sini tempat cerai itu juga tidak jauh.”
“Jika perlu, saya juga akan pergi ke imam dengan kamu. Ayo pulang sabarlah untuk hari ini. Besok semuanya akan baik-baik saja.”
Gulandam pulang ke rumahnya setelah banyak desakan dari ibunya.
Ketika Ahmad pulang kerja dia melihat Gulandam sedang menangis, dan dia bertanya kepada Gulandam, “Gulandam kenapa menangis?.Kamu yang menyuruh aku menikah. Kenapa kamu menangis sekarang?”
Gulandam berkata, “Aku tidak menangis. Ayo makan, makananya sudah siap.”
“Biarkan aku memberi beras ke ayam kuning sebelum makan malam. Aku tahu kamu tidak memberinya sebutir beras pun.” Kata Ahmad
Ahmad mengambil beras dari karung dan memberikannya kepada ayam, lalu mengambil tikar di bawah ayam, membersihkannya di luar, dan menyimpannya ke bawah ayam. Kemudian dia mencuci tangannya, lalu datang dan duduk untuk makan malam, dan tidak mengatakan sepatah kata pun tentang istrinya meninggalkan dia tanpa disuguhkan teh di pagi hari.
Makan malam baru saja berakhir ketika ibu Gulandam memasuki rumah. Seperti biasa, Ahmad berdiri secepat mungkin dan memberi ibunya tempat untuk duduk.
İbu Gulandam berkata, “Saya menyuruhmu membawa seorang wanita terhormat. Saya tidak menyuruhmu menikahi salah satu perempuan rambut pirang yang tidak terhormat.”
“Maksud Ibu apa rambut pirang? Di mana rambut pirang itu?” Ahmad terheran.
“Mana aku tahu? seharusnya kamu yang tahu di mana dia itu”
“Baiklah akan aku kenalkan rambut pirang itu ke Ibu. Ibu lihat cantiknya. Ibu tidak akan marah pada aku setelah melihatnya.” Kata Ahmad. “Datang saja ke kamar kecil ini.” Tambahnya.
Ahmad meraih tangan ibu mertuanya dan membawanya ke sebuah ruangan kecil, menunjuk seekor ayam kuning yang diikat di sudut. “Ibu tersayang, ini yang aku beli.”
Ketika İbunya Gulandam melihat ayam, dengan muka marah ia bertanya, “Apa anda bercanda? Gara-gara ayam ini anak aku berantem dengan kamu? Apa dia jadi gila?”
“Ibu demi Tuhan apa yang aku bawa itu adalah ayam ini. Kalau Ibu tak percaya Ibu silakan bertanya saja kepada Gulandam.” Ahmad memanggil Gulandam
Ketika Gulandam masuk ke kamar, Ibunya bertanya, “Di mana rambut pirang yang kamu ceritakan itu”
“Tidak ada rambut pirang, ayam inilah yang aku maksud. Ibu, Ahmad harus pilih aku atau ayam ini yang akan tinggal di rumah ini.”
Ahmad menatap ke istirinya dan berkata . “Istriku tersayang, ketika aku bilang jika aku menikahi wanita lain kamu tidak akan sanggup, tapi kamu bilang kamu bisa. Untuk membuktikan bahwa kamu tidak akan sanggup aku bawa ayam ini ke rumah. Sekarang kamu tahu orang yang tidak bisa menerima ayam yang kuning saja tak mungkin menerima istri baru. Ayo masak pulov (nasi) dengan ayam ini kita akan makan dengan lezat. Ibumu juga jadi tamu kita untuk malam ini.”
Ahmad bawa ayam ke dapur untuk memotong ayamnya
Malam itu mereka bertiga makan pulov dengan lezat.
Mulai dari hari itu mereka tidak pernah cerita tentang menikah lagi.
Penerjemah:Ali Aliyev
Leyla Garayeva