Kuliah Umum , MoA Komnas Perempuan dan IA FISIB UNPAK dengan Universitas Bangka Belitung
Editor :Silvi, Anya, Denia
Acara tersebut diselenggarakan untuk membahas prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia Berperspektif Gender (HAMBG), yang menekankan pentingnya penghapusan diskriminasi berbasis gender dan penciptaan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua pihak.
Komnas Perempuan hadir sebagai lembaga independen yang berdiri atas tuntutan masyarakat untuk menanggapi berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan etnis Tionghoa pada Tragedi Mei 1998. Sebagai lembaga hak asasi manusia (HAM), Komnas Perempuan berkomitmen pada:
- Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
- Peningkatan upaya pencegahan, penanggulangan, dan perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.
- Mendorong pembentukan kebijakan yang berperspektif gender.
Langkah strategis Komnas Perempuan mencakup:
- Penyebarluasan informasi dan edukasi mengenai bentuk kekerasan terhadap perempuan serta strategi pencegahannya.
- Melakukan analisis isu terkait perlindungan perempuan, terutama kelompok rentan.
- Pemantauan serta pendokumentasian pelanggaran HAM berbasis gender.
- Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan lembaga terkait untuk memperbaiki kebijakan dan regulasi demi menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan berbasis gender.
- Membangun kerja sama nasional dan internasional guna memperkuat advokasi terhadap keadilan gender.
Prinsip HAM Berperspektif Gender (HAMBG) adalah landasan penting dalam menciptakan tata kelola perguruan tinggi yang inklusif dan non-diskriminatif. Konsep ini menitikberatkan pada penghormatan terhadap keberagaman identitas, termasuk gender, ras, agama, kemampuan fisik, serta status sosial-ekonomi.
Dalam praktiknya, HAMBG bertujuan untuk:
- Menghapus diskriminasi dan marginalisasi yang sering dialami oleh kelompok perempuan dan kelompok rentan lainnya.
- Menciptakan budaya yang menghargai keberagaman dan kesetaraan di lingkungan kampus.
- Membentuk karakter civitas akademika yang menjunjung nilai-nilai keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Kampus yang berlandaskan HAMBG menjadi ruang pembelajaran yang aman dan mendukung tumbuh kembang individu secara maksimal tanpa tekanan akibat diskriminasi berbasis gender atau bentuk ketidakadilan lainnya.
Indonesia memiliki sejumlah regulasi yang menjadi pijakan dalam mewujudkan keadilan gender, di antaranya:
- UU No. 5 Tahun 2014 yang menekankan pentingnya lingkungan kerja yang non-diskriminatif bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
- Permenkumham No. 2 Tahun 2022 tentang pelayanan publik berbasis HAM, yang memberikan akses adil bagi kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas.
- Ratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) oleh Indonesia pada 1984, sebagai bentuk komitmen terhadap penghapusan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Sebagai bagian dari masyarakat civitas akademika menghadapi berbagai bentuk diskriminasi yang mengakar dalam pola pikir, budaya, hingga kebijakan. Diskriminasi ini dapat berdampak pada peluang, partisipasi, dan rasa aman di lingkungan kampus, tujuannya agar membantu mengidentifikasi dan mengatasi pola diskriminasi serta kekerasan berbasis gender, meningkatkan kemampuan dalam menciptakan ruang inklusif yang menghargai keberagaman, membentuk budaya kampus yang mendukung kesetaraan gender dan perlindungan HAM.
Kampus sebagai pusat pendidikan memiliki peran penting dalam mempersiapkan generasi muda yang peduli terhadap keadilan sosial. Melalui prinsip HAMBG, perguruan tinggi dapat menjadi pelopor dalam mendorong regulasi internal yang mendukung inklusi sosial dan kesetaraan gender, Menyediakan akses yang setara terhadap pendidikan, fasilitas, dan peluang karier di kampus, Memberikan pelatihan dan edukasi kepada mahasiswa dan staf untuk memahami serta mengaplikasikan nilai-nilai keadilan gender.